“CIA tidak senang kepada Soekarno karena Soekarno itu amat sangat kritis kepada Amerika dan yang kedua mereka juga tentu tidak ingin komunis itu berkuasa di Indonesia gitu" - Prof Asvi Warman Adam, November 2018
Prof Asvi Warman Adam
Gedung LIPI Jakarta, 19 November 2018
00:21:21 – 10:16:22
“Soeharto pada tahun 1965 itu bukanlah jendral yang diperhitungkan dalam arti lebih banyak jendral yang lebih senior dari dia, lebih banyak yang mempunyai posisi yang startegis dari Soeharto, tapi dengan terbunuhnya 6 orang jendral pada tahun 1965 itu menjadi peluang bagi Soeharto untuk menduduki posisi yang lebih tinggi. Dan yang kedua yang perlu dicatat juga bahwa Jendral Nasution yang lebih senior daripada Soeharto pada saat itu tidak memiliki posisi yang starategis”
Kekosongan petinggi TNI AD membuat karir Soeharto hari-hari selanjutnya di tahun enam lima semakin cemerlang.
Setelah dipilih menjadi Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban pada 3 Oktober 1965, 13 hari kemudian ia dilantik Presiden Soekarno menjadi Panglima Angkatan Darat.
Prof Salim Said
Akademi Kebangsaan, Jakarta. 14 November 2018
00 : 08 : 26 : 15 – 00 : 09 : 19 : 08
“Yang mendukung Soeharto itu dua macam sebenarnya, orang-orang yang memang anti komunis telah dizalimi oleh komunis, dari peristiwa Madiun 1948 sampai ketegangan-ketegangan tahun 65 dan kedua orang-orang yang memang tidak suka kepada Soekarno yang kekiri-kirian....
....Anda jangan lupa dijaman Orde Lama Soekarno membubarkan Masyumi dan PSI, Masyumi itu besar, partai terbesar yang hampir sama besarnya dengan PNI. Pemilu 55 ketika itu di bubarkan. Saya mau tanya kepada anda kemana anak-anak mereka ? anak-anak mereka itulah yang menjadi tokoh-tokoh mahasiswa yang berperan mendorong masyarakat mendukung Soeharto”
Bonnie Triyana
Redaksi Historia , Jakarta. November 2018
06:25:07 – 09:54:18
“Setelah peristiwa 1 Oktober sampai dengan Desember terus terjadi sepanjang tahun begitu juga penangkapan-penangkapan persekusi massal yang dilakukan terhadap anggota dan simpatisan PKI, bahkan juga kepada pendukung Soekarno karena tidak hanya pada PKI saja.
Artinya memang seperti ada adegan yang tersistematis dan makin lama makin melebar, dari sekadar untuk membubarkan PKI, dari sekadar untuk menangkap ataupun melakukan persekusi terhadap mereka yang dituduh menjadi anggota PKI karena hubungannya dengan peristiwa 1 Oktober, kemudian semakin menjalar makin meluas kepada mereka yang dianggap sebagai pendukung Soekarno”
Prof Asvi Warman Adam
Gedung LIPI Jakarta, 19 November 2018
09:04:22 – 10:39:14
“CIA tidak senang kepada Soekarno karena Soekarno itu amat sangat kritis kepada Amerika dan yang kedua mereka juga tentu tidak ingin komunis itu berkuasa di Indonesia"
07:42:20 – 08:51:18
"Dan kita melihat dari arsip yang sudah dibuka, bahwa misalnya pihak kedutaan Amerika itu memberikan bantuan 50 juta rupiah kepada komite aksi pegganyangan Gestapu gitu. Dan juga ada pemberian nama-nama pengurus PKI"
10:49:15 – 11:55:15
Adam Malik itu pernah diundang oleh Presiden Amerika untuk ditanyai siapa yang sebaiknya kami dukung gitu, apakah Jenderal Nasution atau Soeharto?. Mana yang lebih strategis aman yang cocok untuk kepentingan Amerika. dan Adam Malik mengatakan ya Soeharto gitu. Jadi yang kita tahu kemudian secara bertahap dukungan itu diberikan kepada Soeharto setelah tahun 1965 1966.
Maret 1966 Supersemar menjadi kekuatan baru Soeharto untuk langsung membubarkan PKI, menangkap menteri-menteri Soekarno yang dianggap berhalauan kiri, hingga membubarkan pasukan pengawal presiden Cakrabirawa.
Bahkan semua pemberitaan pers harus mendapakatkan persetujuan dari pusat penerangan Angkatan Darat.
Langkah-langkah ini tak pelak membuat Presiden Soekarno naik pitam, karena Soekarno menghendaki pelaksanaan Supersemar hanya bersifat teknis bukan politis, apalagi secara secara de facto maupun de jure Soekarno masih kepala negara, kepala pemerintahan, panglima tertinggi angkatan bersenjata bahkan pemimpin besar revolusi.
Namun pengaruh Soeharto sudah terlanjur kuat.
Sidang Umum MPRS digelar tahun 1966 untuk meminta pertanggungjawaban Soekarno terhadap situasi negara yang dianggap tidak stabil menjadi jalan perpindahan tampuk kekuasaan.
Pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang diberi judul "Nawaksara" tersebut ternyata tidak memuaskan MPRS sebagai pemberi mandate.
Bonnie Triyana
Redaksi Historia , Jakarta. November 2018
03:09:00 – 05:59:12
“Soeharto tidak mau begitu saja mengambil alih kekuasaan tanpa adanya landasan hukum yang waktu itu harusnya diberlakukan, sehingga tujuan dari sidang MPRS ini mengambil membuat semacam landasan hukum supaya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto itu menjadi tampak sah dan anggota MPRS waktu itu seperti juga MPR sekarang sebagian sudah digantikan karena tentu saja dari Partai Komunis Indonesia tidak ada dan juga orang-orang royalis pemilihan Soekarno juga tidak ada artinya sebagian sudah diganti dengan orang-orang baru dan kemudian menjalankan sidang dan harus mendengarkan pidato pertanggung jawaban dari Presiden Soekarno yang kemudian mereka tolak.
Semenjak Sidang Umum MPRS1966, kesan terjadinya dualisme kepemimpinan
nasional antara Presiden Soekarno dan Soeharto semakin hebat.
Dualisme ini sebenarnya tidak lebih dari insub-ordinasi Soeharto terhadap Presiden Soekarno. Apa-pun yang diucapkan dan dilakukan presiden, tantangan sengit selalu datang dari militer yang sepenuhnya sudah dikendalikan oleh Jenderal Soeharto
Jabatan Soeharto sebagai Ketua Presidium Kabinet dan Panglima angkatan bersenjata membuat ia secara penuh mengendalikan roda pemerintahan, di pihak lain Soekarno terus-menerus berteriak bahwa dirinya masih presiden dan panglima tertinggi yang sah.
Prof Salim Said
Akademi Kebangsaan, Jakarta. 14 November 2018
00 : 16 : 01 : 17 – 00 – 17 : 24 : 03
"Saya menyebutnya power strugle sebab dia tidak bisa langsung mendobrak menyingkirkan Soekarno melalui proses akhirnya melalui dukungan masyarakat Soeharto berhasil pelan-pelan menguasai tentara dan dia sebagai ketua partai tentara di MPR akhirnya berhasil memutuskan menyingkirkan Soekarno”
Awal Februari 1967 Soekarno semakin kehilangan tajinya, sementara Soeharto tinggal selangkah lagi menuju singgasana.
Melihat tak ada celah untuk menambal kekuatannya sebagai pemimpin besar revolusi, 22 februari 1967 Soekarno menyerahkan kekuasaanya.
12 Maret 1967 melalui sidang istimewa, MPRS menarik mandat dari Soekarno sekaligus mengangkat Soeharto menjadi pejabat sementara presiden.
Setahun kemudian, tepatnya pada 27 Maret 1968 Soeharto secara resmi dilantik menjadi presiden kedua Republik Indonesia.
Salah satu tonggak sejarah negeri yang tak pernah berganti presiden sama hingga 32 tahun lamanya.
Comments
Post a Comment