Mukanya sudah pasti saya kenal. Film Catatan Akhir Sekolah jadi salah satu film favorit waktu awal kuliah di Surabaya, sekitar maret 2005. Saya lupa pastinya. Delapan tahun kemudian, dibulan maret, saya sekasur dengan orang ini di tengah Danau Sentarum, Kalimantan Barat. Dia adalah Ramon Y Tungka.
Tulisan ini dibuat karena postingan Ramon di instagram hari ini (02/05/2020).
Tiba-tiba saja, saya mendadak bernostalgia tentang perjalanan gila kami delapan tahun lalu mengelilingi Indonesia. Bicara momen tak terlupakan ratusan jumlahnya, tapi saya bukan mau cerita tentang itu. Saya mau cerita sedikit perkenalan dengan Ramon yang kalau diingat sedikit koplak. (kocak.red)
Singkat cerita kami beberapa kali bertemu sekadar untuk meeting sebelum ekspedisi panjang dimulai. Sekadar kenal, belum akrab benar. Saat perjalanan dimulai pada tanggal 3 Januari 2013 semua berjalan normal. Nge-brief Ramom relatif mudah karena dia bisa improvisasi dengan lancar.
Hingga sekitar hari ke-empat atau lima, saya lupa persisnya, kami meninggalkan Taman Nasional Bukit Barisan di Lampung dengan cara numpang kendaraan siapapun yang lewat. Bermodal acungan jempol di pinggir jalan raya trans Sumatera, persis film-film Amerika yang sering saya lihat saat orang tidak punya uang dan ingin nebeng di kendaraan orang.
Sekitar 45 menit sebuah truk berhenti. Seorang supir berteriak dari dalam.
“Mau kemana kalean?”
“Bengkulu Pak”
“Jauh kali”
“Bapak ke arah sana?”
“Tak sampai sana, mau ikut kalian?”
“Oke pak kita ikut deh sampai bapak berhenti”
Kami bertiga naik truk, saya, Ramon dan Ovan campers kami waktu itu. Setelah proses shooting dalam truk selesai Ovan turun duluan, karena posisinya sesak berhimpitan. Ovan kemudian diangkut sebuah mobil yang mengangkut perlatan operasional tim sehari-hari, tinggal Pak supir, saya dan Ramon, disitulah pembicaraan ajaib itu terjadi.
Jendela terbuka lebar, saya ingat waktu itu senja sedang merah-merahnya. Jarang sekali ada mobil yang melintas. Pemandangan sesekali hutan, sesekali sawit.
Suasana yang lumayan syahdu inilah yang mungkin membuat Ramon mendadak cerita banyak hal, bahkan yang menurut saya personal, saya hanya mendengarkan sesekali memberikan tanggapan. Kurang lebih satu jam-an akhirnya sampai disebuah percakapan akhir dengan pertanyaaan saya....
“Eh Mon lo itu sebenarnya asli mana sih?”
“Gw asli Surabaya Mbon, kalo lo?”
“Gw asli Malang Mon”
Lalu kami terdiam sekitar beberapa detik dan lalu tertawa terbahak-bahak.
“Janc*k kon iku asli malang a? lah lapo kene ket awal gua lu, gua lu barang? Hahahaha”
“Lha iyo c*k ngapleki, kon tibake ayabarus, ngeletek mon lapo kene iki gua lo – gua lo?”
“Koncoku wong jowo lek nggawe gua mek loro Mbon, Guateli karo Guepleki”
“Hahahahahah”
Itulah momen yang pada akhirnya semakin memudahkan saya dan Ramon berkomunikasi. Arek Malang dan Arek Suroboyo yang tiba-tiba mengalami jatuh bangun perjalanan hingga hampir enam bulan lamanya. Tentu saja dengan Tim yang luar bisa........somplaknya. Hahahaha
Sekarang kami masih kontak dengan sapaan C*k seperti biasanya.
Bangga aku C*k karo awakmu, wes nduwe bisnis “Earthen Project”. Sukses, sehat selalu Mon. Ilingo “sing pertama” aku kan gak iso teko, “sing keloro” undang2 lho yaaa hahahaha.
Comments
Post a Comment