Skip to main content

Tragedi Berdarah Mangkok Merah

“Waktu itu di Bekayang di sungai kecil, saya melihat empat mayat mengapung semua tanpa kepala, itu semua saya ungkap” jelas Mas Dod membuka cerita liputannya di Kalimantan Barat 1967.




Kalimantan Barat punya arti tersendiri bagi saya.


Perjalanan  14 hari menyesapi barat Borneo 7 tahun lalu mempertemukan saya pada wajah ironi perbatasan Aruk, alam perawan Betung Kerihun - Sentarum, hommy-nya kampung dayak Sei Utik,  potret  kultur peranakan Singkawang, hingga tantangan labirin sawit di segala penjuru barat Kalimantan.

 

Sebuah wawancara dengan wartawan super senior Mas Joseph Widodo pertengahan Juni 2020 membuat saya sadar, ada yang luput dari perjalanan saya di Kalimantan Barat waktu itu.

 

Sebuah konflik antar etnis yang menjalar dari pedalaman Kalimantan Barat hingga Pontianak menelan ribuan korban jiwa.

 

Peristiwa  yang dikenal dengan nama Tragedi Mangkok Merah melibatkan tiga kelompok, Tentara, Masyarakat Dayak, dan kelompok pro-komunis, PGRS (Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak) serta Paraku (Pasukan Rakyat Kalimantan Utara) yang dibentuk untuk aksi Ganyang Malaysia pada tahun 1962.

 

Usaha tentara untuk melenyapkan kelompok komunis di seluruh Indoensia membuat sejumlah batalion diturunkan di beberapa wilayah, termasuk di Kalimantan Barat.



Konflik yang pada awalnya bermula antara militer dan kelompok PGRS/Paraku,

merembet menjadi  konflik SARA akibat terjadi pembunuhan orang Dayak yang belum diketahui pelakunya di daerah Bengkayang, dan beberapa wilayah lain yang penduduknya didominasi etsnis Tionghoa.

 

“Waktu itu di Bekayang di sungai kecil, saya melihat empat mayat mengapung semua tanpa kepala, itu semua saya ungkap” jelas Mas Dod membuka cerita liputannya di Kalimantan Barat 1967.

 

Mas Dod menjadi wartawan satu-satunya yang ada di lapangan saat itu. 

Laporannya yang melaporkan gentingnya kondisi konflik di Kalaimantan Barat sontak jadi sorotan nasional. 


Jumlah pengungsi di Pontianak, Singkawang dan sekitarnya mencapai puluhan ribu jiwa.


Pemerintah bahkan menetapkan menetapkan konflik di Kalimantan Barat sebagai bencana nasional non bencana alam pada 27 November 1967.

  

Untuk video lengkapnya klik link berikut :

Video lebih lengkap Tragedi Berdararah Mangkok Merah



Grafis Wiston Wijaya. 

Properti Kompas.id


Tragedi Mangkok Merah menjadi cerita non fiksi yang tak pernah muncul dalam pelajaran sejarah ketika saya sekolah atau kuliah.


Satu dari sekian peristiwa di seluruh Indonesia akibat turbulensi politik pertengahan 1960-an.


Catatan sejarah yang mengingatkan, perbedaan bisa jadi elemen menguatkan,

sekaligus menakutkan, jika tak dirawat dan dipupuk dengan cara yang benar.


Karena perbedaan, kadang jadi api dalam sekam bagi sebagian orang.




Comments

Popular posts from this blog

Budi Pekerti, Jari-jari Era Post Truth yang Mengubah Hidup Bu Prani

  Wregas dengan sempurna mengorkestrasi isu guru, media sosial, kesehatan mental, SJW, era post truth, keluarga dan jurnalisme trending di bawah payung budi pekerti yang hari ini terasa kabur di antara bising dan tumpang tindihnya kebenaran banyak versi. Sejak adegan awal liburan keluarga Bu Prani di tepi pantai, saya tahu keempat tokoh utamanya akan punya karakter yang kuat. Cerita Budi Pekerti terbangun rapi. Letupan-letupan emosi terasa sepanjang film, hebatnya emosi itu ditampilkan dalam tatapan, mimik dan dialog-dialog yang terasa tak berlebihan.  Naskah yang indah didukung dengan performa ensemble empat tokoh utama yang sungguh luar biasa.  Alih-alih menjadi film drama, Budi Pekerti hadir seperti film ‘horor’ dengan ketegangan-ketegangan sepanjang film, penonton terbawa dan dibuat khawatir sekaligus ketakutan akan nasib Bu Prani dan keluarganya. Ini kisah tentang Bu Prani Siswoyo, seorang guru bimbingan penyuluhan (BP) di salah s...

Perihal Jenderal Besar Soeharto dan Wawancara Zuper Prof Salim Said

  "M aaf ya kalau saya bilang wartawan zaman sekarang ini banyak yang g*****, apalagi presenter berita **** itu, saya pernah diundang wawancara di studio itu bahas 65, bisa-bisanya dia bilang ‘ aduh Prof saya belum lahir tahun itu, nanti Prof aja yang ngomong banyak’ itu kan g***** namanya. dia kan punya mata buat baca ” ujar Prof Salim setengah emosi. Ketertarikan saya pada sosok Presiden kedua Indonesia, Soeharto dimulai kala bangku sekolah dasar. Di mata saya beliau adalah sosok bapak pembangunan bergelimang jasa untuk Indonesia. Apalagi sejak saya kecil Pak Harto sering angkat hasil panen raya di TVRI sambil senyum tiga jari . 😁   Hal ini semakin menjadi sejak kelas 1 SD hingga SMP, tiap malam 30 September kami, pelajar, dicekoki film Pengkhianatan G30S - PKI.  Delapan tahun film itu berhasil membangun imaji sosok "super" Soeharto di mata saya.   Imaji itu perlahan runtuh sejak saya kuliah, diskusi dengan beberapa kawan, literasi dan penelitian membuka mata. P...