Entah Float atau Banda Neira, tiba-tiba lagu yang saya putar mati dan ada bunyi "DUK..DUK" macam suara tembok diketuk. Abaikan Mbon. Itu hanya ilusi. Usaha sugesti.
Pilihan hotel yang tepat bisa bikin mood liputan jadi woles. Kasur empuk, AC dingin, wifi kencang lumayan bisa bikin istirahat jadi nyaman.
Waktu itu kami sedang ada di Toraja, seharian penuh kami liputan, mulai dari mendaki bukit di Danau Limbong sampai berenang di kolam alam Tilanga.
Jelas kami butuh rebahan.
Sudah lewat pukul 10 malam, saat kami melewati Makale, Ibu Kota Kabupaten Tana Toraja, mengikuti arahan google maps.
Ternyata letak hotel yang kami pesan ada di luar kota.
Melewati jalanan sepi berkelak-kelok dan bukit pinus, kabut mulai turun perlahan.
Tak ada orang di pinggir jalan, hanya anjing beberapa kali melolong terkena sinar lampu jauh mobil yang kami tumpangi.
"Hmm Om David kelewatan nih, di google maps udah kelewatan"
"Hah Gimana? oh iya pas belokan tadi" Om David memberhentikan mobil, berbalik arah.
Om David, pemandu kami ini sudah hafal Toraja di luar kepala. Saat tahu lokasi hotel kami menginap komentarnya hanya satu.
"Mas Gambon kenapa milih nginap di situ?"
"Hmm Om David kelewatan nih, di google maps udah kelewatan"
"Hah Gimana? oh iya pas belokan tadi" Om David memberhentikan mobil, berbalik arah.
Om David, pemandu kami ini sudah hafal Toraja di luar kepala. Saat tahu lokasi hotel kami menginap komentarnya hanya satu.
"Mas Gambon kenapa milih nginap di situ?"
"Terlanjur Om, pesen online dari kantor"
Kami memasuki area hotel, ada jalan panjang yang menjorok ke dalam, dengan beberapa lampu taman yang sudah mati.
Kami memasuki area hotel, ada jalan panjang yang menjorok ke dalam, dengan beberapa lampu taman yang sudah mati.
Bangunan hotel terdiri dari beberapa villa-villa berukuran besar.
Warna bangunan yang berwarna kusam ditambah penerangan berwana kuning temaram membuat suasana terasa...hmmmm.
Satu-satunya lampu berwarna putih menyala di sebuah ruangan terbuka kecil di ujung taman. Resepsionis hotel.
Satu-satunya lampu berwarna putih menyala di sebuah ruangan terbuka kecil di ujung taman. Resepsionis hotel.
Ruang resepsionisnya tak selayaknya resepsionis. Lebih mirip toko dengan etalase kaca yang isinya kopi toraja, dan beberapa souvenir yang ditata tak beraturan.
Di dindingnya terpampang sebuah foto. Seseorang berambut putih menandatangani sebuah plakat marmer. Sungguh familiar.
Di dindingnya terpampang sebuah foto. Seseorang berambut putih menandatangani sebuah plakat marmer. Sungguh familiar.
Hanya butuh waktu 5 detik untuk tahu sadar itu foto siapa.
Orang itu adalah Presiden Soeharto.
"Malam Mas saya sudah booking hotel di Travel***"
"Oh iya Pak, kamarnya di depan ini ya, lantai 2"
"Bisa lantai satu saja Mas? barang kita banyak"
"Hmm lantai dua saja pak, lantai 1 sudah terisi"
"Oh baik.."
Saya kembali ke mobil, tim yang lain sedang bersiap menurunkan barang.
"Mas Gambon, saya balik rumah saja ya"
"Lah kenapa Om David aku sudah pesan extra bed kok, santai, besok kita pagi lho jam 6"
"Okelah"
"Malam Mas saya sudah booking hotel di Travel***"
"Oh iya Pak, kamarnya di depan ini ya, lantai 2"
"Bisa lantai satu saja Mas? barang kita banyak"
"Hmm lantai dua saja pak, lantai 1 sudah terisi"
"Oh baik.."
Saya kembali ke mobil, tim yang lain sedang bersiap menurunkan barang.
"Mas Gambon, saya balik rumah saja ya"
"Lah kenapa Om David aku sudah pesan extra bed kok, santai, besok kita pagi lho jam 6"
"Okelah"
Satu banggunan besar ini hanya terdiri dari empat kamar.
Begitu kamar dibuka, kesan pertama adalah kamar ini super luas.
Ada dua kasur berukuran besar, lampu bulat menggantung kuning redup di sisi kiri dan kanan.
Ditengah-tengah ruangan ada ornamen kayu berbentuk kotak-kotak.
Di atas meja ada tv tabung jadul dengan chanel lokal seadanya.
Jendela besar terdapat kedua sisi ruangan, sisi sebelah kiri menghadap ke resepsionis, sebelah kanan menghadap barisan pohon pinus yang samar-samar bergoyang ditiup angin malam.
Kamar mandinya terdiri dari bathup lawas dengan karat di beberapa sisi. Lalu wastafel panjang diluar dilengkapi kaca persegi panjang yang lebar.
Kamar mandinya terdiri dari bathup lawas dengan karat di beberapa sisi. Lalu wastafel panjang diluar dilengkapi kaca persegi panjang yang lebar.
"Om gak ganti baju, mau pakai baju saya?"
"Nggak Mas, saya pulang aja gimana? besok pagi-pagi saya jemput"
"Kenapa dah Om David?"
"Nggak apa-apa Mas?"
"Wah gak bener ini cerita ga lo Om?" Ical langsung nyolot
"Nggak apa-apa, ya sudah saya tidur dulu ya" Om David kemudian rebahan di kasur paling ujung kanan, tanpa ganti baju dan tetap pakai sepatu di atas kasur. :D
"Nggak Mas, saya pulang aja gimana? besok pagi-pagi saya jemput"
"Kenapa dah Om David?"
"Nggak apa-apa Mas?"
"Wah gak bener ini cerita ga lo Om?" Ical langsung nyolot
"Nggak apa-apa, ya sudah saya tidur dulu ya" Om David kemudian rebahan di kasur paling ujung kanan, tanpa ganti baju dan tetap pakai sepatu di atas kasur. :D
Setelah ritual mindahin gambar, ngobrol ngalor ngidul, glibak glibuk main handphone. Bahkan sempat pula pakai masker jamaah. kami tidur.
"Bang matiin lampu bang, gak bisa tidur eug kalo lampu nyala" request Ical.
Lampu kamar mati total, hanya lampu kamar mandi di seberang dan remang-remang lampu balkon yang tersisa.
Dari situ munculah hawa-hawa nggak enak.
Jujur kasur hotelnya empuk, bantal kenyal, AC dingin, harusnya tinggal merem, bablas.
Tapi sebaliknya mata saya kaya nggak bisa nutup dan kayak dipaksa kebuka.
Waktu itu sekitar setengah dua belas malam. Om David, Ical, Surya langsung gooone. ngorok.
Sementara saya ngerasa kamar ini rame banget. Seperti banyak orang ada di kamar.
Baik mari kita main handphone saja, scroll instagram, ndengerin spotify pasti bakal ngantuk juga.
Entah Float atau Banda Neira, tiba-tiba lagu yang saya putar mati dan ada bunyi "DUK..DUK" macam suara tembok diketuk. Abaikan Mbon. Itu hanya ilusi. Usaha sugesti.
TIba-tiba di titik hawa yang ga enak ini, hasrat buang air kecil tiba-tiba muncul.
Saya menuju kamar mandi.
Saat ngelewati kaca memanjang depan kamar mandi semacam ada sesuatu dalam kaca yang terlihat dari sudut mata.
Tapi sekali lagi sugesti diri. Ini hanya imajinasimu Jon.
Setelah kencing saya ngibrit, masuk selimut lagi. Mungkin karena lelah dan proses sugesti berhasil saya terlelap.
Tapi jangan sedih icuk, selang beberapa menit saya mulai tidur, suara "DUK...DUK" muncul.
Saya langsung terbangun, leher terasa berat, mata diarahkan ke balkon.
Di titik ini saya yakin ini bukan imajinasi, saya melihat kursi rotan di balkon terangkat tipis dan dihentakkan di lantai, lalu kursi itu diseret.
Tak terlalu jauh jaraknya, cuma tak nampak siapa yang menyeret.
Badan rasanya kaku. Saya hanya bisa menutup mata.
Entah ini halusinasi, disaat saya nutup mata. Ada suara perempuan tertawa terdengar.
Seketika bulu kuduk seluruh tubuh berdiri.
Mungkin si Ibu pingin kenalan.
Sela beberapa menit, lampu dan TV saya nyalakan.
Musik saya mainkan. hingga akhirnya entah jam berapa saya bisa tidur.
"Bang bangun bang, sarapan" Ical membangunkan.
Kami sarapan, saya tengok kursi di balkon.
Entah bergeser atau tidak, karena saya tak ingat betul posisi awalnya.
Ya sudahlah, anggap saja penunggunya mau kenalan.
Sampai sekarang om David nggak pernah mau mengaku kenapa dirinya tak mau menginap di hotel itu.
Hayoo kenapa om David?
cerita sebelumnya
---
Cerita "penunggu' yang lain klik Nenek Hutan Perawan Betung kerihun
Comments
Post a Comment