Skip to main content

Semangkok Bakso Malang, Saat Inul Sepanggung dengan Sheila on 7

“I realized very early the power of food to evoke memory, to bring people together, to transport you to other places” – Jose Ramon Andreas Puerta, koki Spanyol, dan pendiri World Central Kitchen

Hidup di kota dimana bakso menjadi semacam kuliner khas andalan membuat inisiasi bakso saya berjalan sejak dini. Di dalam gendongan jarik Jawa jelang senja, samar-samar teringat Mak’e, pengasuh kami menyuap sendok demi sendok semangkok nasi yang terendam kuah bakso panas ke mulut mungil saya. Bakso halus dipotongnya kecil-kecil, menghangatkan perut sambal menikmati sejuk kota di kaki Gunung Panderman dan Arjuna itu.

Sejak balita bakso menjadi comfort food. Kala sehat, bakso jadi santapan yang menggairahkan, meletup-letup gurih pedas dengan aneka rupa side dish yang menawan. Kala sakit, bakso jadi obat yang menyegarkan, memberi rasa pada mulut yang hambar.

Bakso punya sejarah panjang hingga bisa masuk ke Nusantara. Menurut catatan sejarah, pada akhir Dinasti Ming sekitar akhir abad ke-17 hidup seorang pemuda bernama Meng Bo yang tinggal bersama sang Ibu di Fuzho, Cina. Usia ibu yang samakin renta membuatnya tak bisa memakan hidangan favortinya yakni daging. Dari sinilah Meng Bo memutar otak dengan menumbuk daging hingga halu dan membentuknya bulat-bulat yang direbus dengan kaldu daging.

Hidangan ini ternyata sampai ke tetangga Meng Bo dan tersebar ke seluruh penjuru kota. Orang-orang datang untuk mempelajari menu baru ini. Dari Fuzho, makanan ini menyebar ke seluruh dataran Cina hingga akhirnya menyebar ke seluruh dunia lewat para imigran dan pedagang yang melakukan perjalanan lintas benua.

Bakso sendiri merupakan bahsa hokkian yakni Bak-So yang berarti daging giling. Di Indonesia bakso tak hanya dipengaruhi oleh tradisi Cina, tapi juga dari Bangsa Eropa yang mengenalnya dengan sebutan gehaktbal dalam Bahasa Belanda, almondega dalam Bahasa Portugis dan albondiga dalam Bahasa Spanyol.

Sampai di Indonesia, bakso berevolusi. Penggunaan daging babi tergantikan oleh daging sapi atau ayam. Hingga akhirnya hari ini ada dua varian utama bakso khas Nusantara yang paling dikenal yakni bakso Solo dan bakso Malang. Jika bakso Solo hadir dengan bintang utama bulatan-bulatan daging, kuah kental dan potongan daging sapi (tetelan) maka bakso Malang tampil berbeda.

Bagi saya inti dari bakso Malang adalah keberagaman.

Sebagai elemen utama, bakso Malang ada banyak jenisnya, bakso halus, bakso kasar atau urat dan bakso isi telur puyuh atau ayam. Itu dulu ya, sebelum varian bakso masa kini bermunculan. Jajaran bakso tak hadir sendirian, ibarat konser ini adalah pertunjukan lintas genre, kala Inul sepanggung dengan Sheila on 7. Saat bola daging bertemu jeroan, sayuran, gorengan dan aneka rupa pendampingnya.

Pendamping yang pertama, orang Malang menyebutnya “Goreng”. Semacam adonan bakso yang kadang banyak tepungnya diselimuti kulit pangsit lalu digoreng. Bentuknya bermacam-macam. Ada goreng panjang, goreng bulat, goreng kembang, goreng polosan dan goreng usus. Di beberapa tempat ada aneka jeroan dengan beragam bentuk. Ada ampela ati yang dililit dengan usus ayam. Ada usus ayam yang dibuat menjadi semacam gorengan dan satu lagi yang langka rebusan usus sapi yang dipotong kecil-kecil.

Sembari tahunya ada dua macam, tahu goreng cokelat dan tahu rebus putih. Mie pendampingnya juga terdiri dari dua jenis mie kuning dan mie putih alias bihun. Biar lebih nendang lontong sudah pasti tersedia. Iya lontong yang biasa dimakan dengan sate dan lain-lain.

Masuk ke tim pelengkap adalah geng sayuran. Sebagian orang pasti akan meninggikan alis saat tahu bahwa bakso Malang menambahkan selada segar, yes irisan besar selada hijau yang akan layu dan menimbulkan sensasi ‘krenyes-krenyes’ saat tersiram kuah panas. Tak lupa ‘gobis’ alias kubis yang dipotong tipis-tipis lengkap dengan taburan bawang goreng, potongan seledri tipis dan daun bawang. Beragam isi bakso Malang ini akan disiram dengan kuah kaldu sapi yang kental dan super gurih dengan lemak-lemak kecil, menambah paripiurna semangkok bakso Malang.

Terakhir cara makan!

Kebanyakan semua penjual bakso di kota Malang menyediakan semacam mangkuk super mini tempat untuk meramu saos merah, kecap dan sambal. Saos merah bagi saya sudah semacam SOP kalo bakso Malang mau dikatakan benar-benar bakso Malang. Ada ruang untuk menciptakan rasa saos yang berbeda-beda tiap orangnya. Entah siapa yang memulai kebiasaan ini, yang jelas gurihnya kuah bakso nggak akan tereliminasi dengan saos pendampingnya. Bakso dan goreng biasa dicocol dengan ramuan selera masing-masing orang.

Bahasa Kode.

Satu lagi hal yang memastikan bakso Malang apa nggak adalah saat memesan. Hahaha ini subyektif tapi terkadang saat abang tukang bakso bisa menjawab sesuai kaidah ahasab ngalam, biasanya…sekali lagi ya biasanya bakso Malangnya enak hehehe

“Sam Oskabe siji, campur”. Kalau dijawab “Oyi Sam, lengkap yo”. Lulus.

Pertanyaan berlanjut “Ngalam-e ndi Sam?” / “Ayas Mergan Sam! Sampean ndi?”. / “Sengkaling Sam”

Fix. Ngalam asli iki Jees :D

Comments

Popular posts from this blog

Budi Pekerti, Jari-jari Era Post Truth yang Mengubah Hidup Bu Prani

  Wregas dengan sempurna mengorkestrasi isu guru, media sosial, kesehatan mental, SJW, era post truth, keluarga dan jurnalisme trending di bawah payung budi pekerti yang hari ini terasa kabur di antara bising dan tumpang tindihnya kebenaran banyak versi. Sejak adegan awal liburan keluarga Bu Prani di tepi pantai, saya tahu keempat tokoh utamanya akan punya karakter yang kuat. Cerita Budi Pekerti terbangun rapi. Letupan-letupan emosi terasa sepanjang film, hebatnya emosi itu ditampilkan dalam tatapan, mimik dan dialog-dialog yang terasa tak berlebihan.  Naskah yang indah didukung dengan performa ensemble empat tokoh utama yang sungguh luar biasa.  Alih-alih menjadi film drama, Budi Pekerti hadir seperti film ‘horor’ dengan ketegangan-ketegangan sepanjang film, penonton terbawa dan dibuat khawatir sekaligus ketakutan akan nasib Bu Prani dan keluarganya. Ini kisah tentang Bu Prani Siswoyo, seorang guru bimbingan penyuluhan (BP) di salah s...

Perihal Jenderal Besar Soeharto dan Wawancara Zuper Prof Salim Said

  "M aaf ya kalau saya bilang wartawan zaman sekarang ini banyak yang g*****, apalagi presenter berita **** itu, saya pernah diundang wawancara di studio itu bahas 65, bisa-bisanya dia bilang ‘ aduh Prof saya belum lahir tahun itu, nanti Prof aja yang ngomong banyak’ itu kan g***** namanya. dia kan punya mata buat baca ” ujar Prof Salim setengah emosi. Ketertarikan saya pada sosok Presiden kedua Indonesia, Soeharto dimulai kala bangku sekolah dasar. Di mata saya beliau adalah sosok bapak pembangunan bergelimang jasa untuk Indonesia. Apalagi sejak saya kecil Pak Harto sering angkat hasil panen raya di TVRI sambil senyum tiga jari . 😁   Hal ini semakin menjadi sejak kelas 1 SD hingga SMP, tiap malam 30 September kami, pelajar, dicekoki film Pengkhianatan G30S - PKI.  Delapan tahun film itu berhasil membangun imaji sosok "super" Soeharto di mata saya.   Imaji itu perlahan runtuh sejak saya kuliah, diskusi dengan beberapa kawan, literasi dan penelitian membuka mata. P...

Tragedi Berdarah Mangkok Merah

“Waktu itu di Bekayang di sungai kecil, saya melihat empat mayat mengapung semua tanpa kepala, itu semua saya ungkap” jelas Mas Dod membuka cerita liputannya di Kalimantan Barat 1967. Kalimantan Barat punya arti tersendiri bagi saya. Perjalanan  14 hari menyesapi barat Borneo 7 tahun lalu mempertemukan saya pada wajah ironi perbatasan Aruk, alam perawan Betung Kerihun - Sentarum, hommy-nya kampung dayak Sei Utik,  potret  kultur peranakan Singkawang, hingga tantangan labirin sawit di segala penjuru barat Kalimantan.   Sebuah wawancara dengan wartawan super senior Mas Joseph Widodo pertengahan Juni 2020 membuat saya sadar, ada yang luput dari perjalanan saya di Kalimantan Barat waktu itu.   Sebuah konflik antar etnis yang menjalar dari pedalaman Kalimantan Barat hingga Pontianak menelan ribuan korban jiwa.   Peristiwa  yang dikenal dengan nama Tragedi Mangkok Merah melibatkan tiga kelompok, Tentara , Masyarakat Dayak , dan kelompok pro-komunis, PGRS (P...